Ritual Kematian MIA MISAYA

  1. UPACARA RITUAL  MIA MISAYA/ MARABIA

Mia adala ritual untuk memberikan pelayanan persembahan/sesajen kepada arwah orang yang meninggal, sesuai dengan tuntutan arwah. Pada acara Mia arwah diberikan bermacam sesajen sebagai bekal harta arwah di dunia orang mati.

Mia tidak wajib dilakukan semua penganut Kaharingan karena bergantung pada kemampuan finansial keluarga orang yang meninggal. Mia itu sendiri dilakukan berdasarkan kaul atau niat keluarga dari yang meninggal. Bila keluarga memiliki niat dan yakin mampu melaksanakannya maka ujung rambut dan/atau kuku orang yang meninggal disimpan untuk pelaksanaan Mia. Batas waktu pelaksanaan acara Mia paling lambat 3 tahun setelah kematian yang bersangkutan. Acara Mia bisa dilaksanakan sebelum batas waktu 3 tahun dari waktu penguburan yang bersangkutan. Namun apabila lewat dari 3 tahun dan acara Mia belum juga dilaksanakan, maka keluarga tersebut akan dikenai denda Adat.

 

TAHAP PERSIAPAN

Hal-hal yang harus dilakukan pada tahap awal/ persiapan:

  1. Musyawarah/ mufakat keluarga
  2. Musyawarah/ mufakat membentuk panitia inti dan seksi-seksi
  3. Menentukan waktu, hari dan tanggal pelaksanaan
  4. Merancang biaya yang diperlukan
  5. Menyiapkan bahan dan barang yang diperlukan berupa:
  1. Babi, ayam jago, ayam berukuran sedang dan kecil,
  2. Beras lungkung, beras ketan, gula putih, gula merah, jelai telur, dll
  3. Gong, Tabak, Luwuk, Nanah, Siana, Taragaan, Manik, Sinai, Kain lalangit, dll
  4. Papan kayu garu (Hapuyut) empat bilah ukuran 2 meter, tiang kayu sedang: 10 + 8 + 3 + 14 + 3 = 3 bilah ukuran 2 meter, Lungu, Bakau dan rotan.

 

  1. Menyiapkan surat izin kegiatan yang diketahui oleh Ketua RT, Penghulu Adat dan Kepala Desa setempat yang ditujukan kepada Damang Kepala Adat agar mengeluarkan izin untuk mengumpulkan orang banyak, dengan tembusan kepada pihak-pihak terkait dengan melampirkan:
  1. Jadwal Kegiatan
  2. Fotokopi KTP
  3. Surat pernyataan bermaterai
  4. Denah lokasi kegiatan

 Ritual Kegiatan Mia Misaya

No.

Hari

NamaKegiatan

Agenda Siang Hari

Agenda MalamHari

UsikLiau

1

I

NgindrikRapu

Munu Manu

NgetangRapu

MinumTuak

Mufakat/ Bagarayang

-

2.

II

Tarawen

MunuIwek, manu

NgamuanGalantang

 

MinumTuak

EntangSunang

(Sesudahupacaraadat)

UsikBoyang

3.

III

Irumpak

MunuIwek, manu

Ngaliyuhpapan 12

MinumTuak

EntangSunang

(Sesudahupacaraadat)

ButurBoyang

4.

IV

Irapat

Ngampinaubukucapinanmanurumungjawa

Minumtuak

EntangSunang

(Sesudahupacaraadat)

ButurBoyang

5.

V

NantakSiukur

NguluiPayungBuntar

TanuhuiTawudien

Puris 7 pinai 12 Mare Ramat Liu

-

6.

VI

Ngubur

NgeneiRapu puja me kuburan

Penutup

-

7.

Kegiatanselanjutnya

Hari ke-7

Hari ke-49

Tahun I, II, III

8.

Kegiatansesudahpanuk III

Kalangkangterakhir

NangaiNanyu

SiwahBuntang

 

Tahapan kegiatan dalam acara dalam Mia diuraikan sebagai berikut:

HARI PERTAMA

NGINDRIK RAPU/ MUNGKAT RAPU (mengangkat Rapu)

Sebelumnya perlu dijelaskan apa itu Rapu. Rapu ialah ujung kuku dan/atau rambut dari orang yang meninggal sebelum ia dikuburkan digunting dan disimpan di dalam sebuah Cupu/Selupa (wadah kuningan untuk penginangan), diletakkan di dalam pohon kayu. Caranya adalah pohon kayu dilubangi, Rapu kemudian dimasukkan ke dalam pohon tersebut lalu ditutup. Atau bisa pula Rapu dikubur di kuburan yang bersangkutan namun diletakkan tidak terlalu dalam. Sehari sebelum acara, Rapu kemudian diambil dari pohon atau dengan menggali kuburan Almarhum.

Pada waktu itu disediakan 1 ekor ayam untuk dipotong, 1 batang lamang, 1 buah ketupat, 1 buah kaki ayam. Semua benda tersebut diantar ke kuburan Almarhum sebagai sesajen.

Pada hari yang sama Rapu dibawa ke dalam rumah oleh Pisamme dan diletakkan di atas tikar. Rapu ditempatkan di patung yang dibuat dari batang pisang. Diletakkan 7 buah gong yang ditempatkan di sebelah kiri jalan masuk rumah untuk memanggil arwah.  Ayam dan babi dibunuh untuk konsumsi orang banyak yang terlibat.

Pada malam harinya diadakan acara yang disebut dengan nama Malam Mantir/Kumpul Mantir dimana Mantir berbicara dengan keluarga dan masyarakat tentang acara yang berlangsung sambil minum tuak sekaligus menceritakan riwayat Mia dengan menggunakan bahasa Pangunraun (Bahasa Maanyan tinggi).

HARI KEDUA

TARAWEN

Ta berarti mencari, rawen berarti daun, jadi Tarawen dalam bahasa Ma’anyan secara harafiah berarti hari mencari daun. Pada hari itu para Ibu-Ibu membuat beragam janur, ketupat, bentuk-bentuk wayang sedikitnya 40-41 jenis dari bahan daun kelapa dan kayu aren. Sebelumnya daun-daun tersebut direbus dengan kapur dan pewarna alami dari bahan tanaman sejenis rumput disebut Puja/ Lahuja yang ditumbuk sampai halus sehingga muncul warna merah dan kuning. Para laki-laki bergotong royong membuat Galantang, semacam miniatur rumah kayu batas dengan 10 tiang. Seperti hari sebelumnya seekor ayam dan seekor babi juga dibunuh untuk konsumsi orang banyak. Sedang bagian kiri dari tubuh binatang tersebut diberikan oleh Pisamme kepada arwah. Lamang sebanyak 24 batang dimasak pada hari itu.

Pada Malam Mantir ada kegiatan yang sedikit berbeda dimana keluarga dari pihak perempuan naik ke atas kursi (Narung) dengan merendah menyampaikan bahwa keluarga tidak mampu melaksanakannya, pembicaraan malam itu mencari titik temu sehingga acara terus bisa dilaksanakan.

HARI KETIGA

IRUMPAK

Pada hari ini pihak Panitia membersihkan Galanggang (manguntur) dan membuat kandang untuk sabung ayam di belakang dekat rumah keluarga penyelenggara. Seekor ayam dan babi juga dibunuh untuk konsumsi orang banyak dan sebagian disimpan sebagai sesajen oleh  Pisamme. Lamang masih dimasak untuk dijadikan sesajen.

Juga pada hari ini dibuat Payung Siukur, payung yang dibuat dari daun aren yang diwarnai Puja, dilapisi kain di atasnya dan tangkainya terbuat dari paring (bambu).

Pada malamnya masih berlangsung acara Malam Mantir.

HARI KEEMPAT

IRAPAT

Rapat dalam bahasa Ma’anyan berarti mendekati. Irapat bisa diartikan mendekati acara puncak. Pada hari ini diadakan acara sabung ayam (nyawung nyalang). Juga pada hari yang sama diadakan permainan dengan taruhan uang. Permainan itu antara lain: Butur Boyang, Sepak Singki, Dadu Kesek, dan Nyawung Nyalang. Permainan diadakan sesuai dengan Hiyang Wadian. Masyarakat dari kampung-kampung datang untuk menyabung ayam yang mereka bawa. Ayam yang mati dimasak dan dijadikan konsumsi orang banyak. Pada hari yang sama kayu ulin/ nisan dirakit/ dipahat/ dirapatkan.

Pada malam ini masih diadakan acara Malam Mantir.

HARI KELIMA

NANTAK SIUKUR

Nantak berarti menghentakkan/ menancapkan. Pada hari itu Wadian/ Balian turun ke serambi depan untuk mengantar arwah ke dunia orang mati dengan membawa Payung Siukur. Payung Siukur diikat dengan tombak/pisau ditancapkan kepada babi jantan terbesar sampai mati. Payung Siukur dipercaya sebagai pelindung arwah dari panas dan hujan layaknya payung dalam kehidupan nyata. Selain babi tadi disediakan 2 ekor ayam, 2 macam lamang, yang dari bambu biasa sebanyak 24 buah dan yang dari bambu telang sebanyak 9 buah. Acara adu ayam terakhir diadakan dengan Mantir sebagai penyabung ayam. Ayam yang mati dalam sabung ayam dijadikan hidangan bagi khalayak pada acara itu.

Malam itu adalah malam terakhir Malam Mantir, selambat-lambatnya selesai pada pukul 10 malam karena esok subuh/paginya semua sesajen, Rapu dan Galantang harus diantar ke kuburan Almarhum.

 

HARI KEENAM

NGUBUR

Pada subuh atau pagi harinya janur, ketupat, motif wayang dan sesajen lainnya diletakkan di dalam lanjung besar yang disebut dengan Bake Kaliling Andrau  dibawa ke kuburan beserta Rapu dan Galantang. Rapu dikubur ke dalam tanah sedang Galantang diletakkan di atas kuburan dihiasi beragam janur dan motif dari daun kelapa dan aren yang telah dibuat ibu-ibu pada hari Tarawen. Kuburan di buat batas/kandang menjadi 3 tingkat dengan kayu ulin yang telah dibuat pada hari keempat. Semua itu baik sesajen berupa daging hewan korban, makanan berupa lamang, pakaian Almarhum disajikan sebagai harta dan Galantang sebagai rumah arwah di Tane Datu Tunjung Gumi Guha Mari.