Nikmatnya Wadi, Makanan Khas Barito Timur yang menggugah selera

Bila ditanyakan kepada orang Barito Timur yang berada di perantauan makanan apa yang paling mereka rindukan dari kampung halaman mereka, bisa ditebak salah satunya sudah pasti wadi. Wadi, makanan yang dibuat dari hasil fermentasi daging ikan dan babi merupakan makanan yang hampir wajib ada dalam menu masyarakat Kabupaten Barito Timur. Rasanya dan aromanya yang khas, asin dan asam berpadu dalam tekstur wadi yang  dimasak secara sederhana. Cara pembuatannya pun relatif sederhana. Pilihlah daging yang cukup bagus, bisa ikan patin atau papuyu. Atau bagi sebagian orang, menggunakan daging babi. Daging yang sudah dipotong dan dibersihkan ditiriskan sampai tidak ada lagi sisa air. Beras ketan disangrai lalu ditumbuk, bisa sampai halus bisa pula bertekstur sesuai selera lalu tambahkan garam. Daging dan campuran beras diaduk jadi satu lalu dimasukkan ke dalam toples. Toples ditutup rapat dan disimpan satu minggu. Wadi bisa dimasak dengan cara direbus begitu saja, atau digoreng dengan tambahan bumbu, biasanya menggunakan serai yang dimemarkan.

Walau cara membuatnya relatif mudah, tidak semua orang bisa membuat wadi yang enak. Rata-rata orang yang pandai membuat wadi adalah generasi tua, sedang orang-orang muda biasanya tidak percaya diri dan cenderung acuh dengan resepnya. Sehingga wadi umumnya hanya dimasak oleh kalangan sendiri dan tidak terlalu populer di luar daerah. Langka didapati rumah makan yang menjual menu masakan wadi, atau yang menjual wadi siap masak. Seringkali makanan khas lokal ini hanya terekspos ke luar dalam pameran, lomba kuliner dan festival. Memang kelemahan mengemas wadi secara komersil adalah berkaitan dengan kemasan dan masa berlakunya. Wadi yang biasa dimasukan toples kaca, akan sangat riskan berubah rasa dan terkontaminasi bila dipindah ke kemasan lain. Sedang untuk menjualnya ke luar daerah membutuhkan kemasan yang ringan dan praktis, serta masa pengiriman yang singkat. Eksposur dengan panas tinggi, benda berbau tajam dan tekanan, bisa merusak tekstur dan rasa wadi. Belum lagi screening dari pihak ekspedisi, yang belum tentu meloloskan pengiriman makanan yang rentan resiko. Itulah sebabnya tidak banyak yang bisa menjual wadi ke luar daerah sekalipun permintaan tinggi. Beberapa penjual wadi yang penulis kenal mengirimkan wadi kepada konsumen dalam kemasan plastik ke luar daerah dengan berat di bawah 5 kilogram. Bila sudah melampaui berat tersebut, maka penjual akan kesulitan dalam mengirimkannya.

Meski demikian, masih banyak penjual wadi yang berjualan dengan cara tradisional. Mereka mengolah wadi siap masak, memasukkan dalam toples dan menjualnya di tempat yang sering dilalui kendaraan, misalnya jalan antar provinsi. Mereka yang ingin membeli cukup singgah dan membayar harga. Cara umum berjualan yang tak beresiko adalah dengan menjual wadi sesuai pesanan, pelangganlah yang datang membeli. Kedua teknik di atas merupakan cara yang cenderung pasif, tapi sedikit resiko. Menjual dan memasarkan wadi yang nikmat ke luar daerah, masih memiliki tantangan yang harus dipecahkan.